Rabu, 16 Oktober 2013

only hope

"aku sayang kamu."
"iya aku tahu."
"terus?"
"terus apa?"
"bagaimana perasaanmu terhadapku?"
aku terdiam sejenak, berfikir apa yang harus kukatakan.
"kamu tahu aku mencintainya?"
"iya aku tahu."
"kalau begitu kamu sudah tahu bukan apa yang kurasakan? mengapa masih bertanya?"
"aku, aku hanya ingin memastikan saja, apa masih ada ruang untuk-ku."
"maaf."
"sudah, jangan meminta maaf. itu bukan salahmu, bukan salahku atau salah siapa-siapa. cinta tumbuh begitu saja bukan?"
dan aku hanya bisa tertunduk. sedikit rasa sesal pun ada, aku telah menyakiti dia yang mencintaiku. tapi, seperti katanya, cinta tumbuh begitu saja. aku jatuh cinta, iya. tapi bukan dengan dia yang mencintaiku, aku mencintai sosok lain. sosok yang mampu memporak-porandakan hidupku
sosok ini, datang begitu saja, memberi sedikit warna dihidupku yang abu-abu. dia mampu membuatku mengacuhkan orang-orang yang hendak mengetuk pintu hatiku. tidak, dia tidak berusaha menarik perhatianku. akulah yang terlebih dahulu memperhatikan gerak-geriknya.
saat itu memperhatikannya dari kejauhan saja sudah membuatku bahagia. aku tidak berniat untuk memulai pembicaraan, karena aku terlalu gugup. sampai suatu saat sapaannya mengejutkanku.
"eh, kamu masih sekolah?"
"eh, iya." jawabku terbata-bata.
"sekolah dimana ?"
"kenapa memangnya?"
"engga kenapa-napa sih."
"oh gitu."
dan percakapan kami pun terhenti. keesokannya pun dia yang selalu memulai percakapan.
"eh, nama kamu siapa?"
"rani."
dia hanya tersenyum, dan untuk beberapa saat, aku hanya menatapnya, seolah tak sedetikpun ingin kulewatkan. dimulai dengan sapaan singkat, hubungan kami pun berlanjut. dia mulai mengirimiku pesan singkat, pesan yang mampu membutaku terus menatap layar handphone untuk menunggu pesannya.
hari demi hari, aku sudah mulai mengenal sosoknya, emngetahui latar belakangnya, dan perasaanku semakin menjadi-jadi. aku semakin yakin kalau aku jatuh cinta. aku sendiri tidak pernah menyangka bahwa kami akan menjadi sedekat ini.
tatapannya selalu bisa membuat jantungku berdegub lebih kencang dari biasanya, bahkan ditelingaku, suaranya bagaikan lagi indah yang tidak mungkin aku acuhkan.
semuanya seperti nyata, sampai pada disuatu titik dimana keadaan berubah, dia ternyata sudah memiliki tempat tujuan, dan aku hanyalah tempat persinggahannya.
entah apa yang harus aku lakukan, mematikan perasaan ini? semudah itukah?
aku hanya bisa termenung, merasa bodoh. dan tiba-tiba dia yang mencintaiku pun datang.
"hey, sudahlah, kamu harus bersikap dewasa, tenang saja masi ada aku disini."
ya dia memang selalu ada, bahkan disaat aku butuh seseorang untuk mendengarkan kisahku tentang dia yang kucinta, dia selalu ada, walaupun itu menyakitkan untuknya.
"kamu, kenapa masih saja bersikap seperti itu?"
"bersikap seperti apa?"
"bersikap seperti kamu masih mencintaiku."
"memang kenapa kalau aku bersikap seperti itu ? toh aku memang mencintaimu."
"benarkah?"
"iya, mau mencoba?"
"mencoba apa?"
"mencintaiku."
"bolehkah?"
"tentu."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar