pengakuannya membuatku merona.
dalam sesaat aku terpaku memandangnya, seolah ia haya imaji belaka
bahwa ini hanya mimpi di suatu malam
seolah tak mengerti kejengahanku
kejujuran demi kejujuran meluncur keluar dari bibirnya,tentang pujian tulusnya akan maknaku dihidupnya
tentang harapannya akan diriku yang hadir dihidupnya selamanya.
aku belum cukup mengenalnya, aku tak pernah memikirkannya
jadi, bagaimana caraku mengatakan yang sebenarnya?
bahwa perasaanku dan perasaannya tidak berada di garis yang sama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar